Tahun tanpa musim panas, juga dikenal sebagai
Tahun Kemiskinan dan
Seribu delapan ratus dan membeku hingga mati, terjadi pada
1816, ketika penyimpangan
iklim musim panas menghancurkan panen di
Eropa Utara,
Amerika timur laut dan
Kanada timur
[1][2].
Kini orang umumnya menduga bahwa penyimpangan itu terjadi karena ledakan
vulkanik Gunung Tambora pada tanggal
5 April–
15 April 1815. Gunung ini terletak di pulau
Sumbawa di
Hindia Belanda (kini
Indonesia) yang melontarkan lebih dari satu setengah juta ton – atau 400 km³
[3] –
debu ke lapisan atas atmosfer. Seperti umumnya diketahui, setelah sebuah letusan gunung berapi yang dahsyat, temperatur di seluruh dunia menurun karena berkurangnya cahaya
matahari yang bersinar melalui atmosfer.
Akibat letusan Penyimpangan iklim yang luar biasa pada 1816 menimbulkan pengaruh yang sangat hebat di
Amerika timur laut, Kanada
Maritim dan
Eropa utara. Biasanya, pada akhir musim semi dan musim panas di Amerika timur laut cuacanya relatif stabil: temperatur rata-rata sekitar 20–25°
C, dan jarang sekali turun hingga di bawah 5°C. Salju musim panas sangat jarang terjadi, meskipun kadang-kadang turun pada bulan Mei.
Namun pada Mei 1816
frost (pembekuan) mematikan sebagian besar tanaman yang telah ditanam, dan pada bulan Juni dua
badai salju mengakibatkan banyak orang yang meninggal. Pada Juli dan Agustus, danau dan sungai yang membeku dengan es terjadi hingga di
Pennsylvania yang jauh di selatan. Perubahan temperatur yang cepat dan dramatis lazim terjadi, dengan temperatur yang bergeser dari yang normal dan di atas normal pada musim panas, yaitu 35°C hingga hampir membeku hanya dalam beberapa jam saja. Meskipun para petani di selatan New England berhasil menuai panen yang masak, harga
jagung dan
biji-bijian lainnya meningkat secara dramatis. Harga
haver, misalnya, meningkat dari 12 sen
dolar sekarungnya (ukuran 35 1/4 liter) pada tahun sebelumnya menjadi 92 sen dolar Amerika.
Dampaknya Banyak sejarahwan yang menyebutkan tahun tanpa musim panas ini sebagai motivasi utama untuk terbentuknya dengan segera pemukiman yang kini disebut sebagai
Barat Tengah Amerika. Banyak penduduk
New England yang tewas karena tahun itu, dan puluhan ribu lainnya berusaha mencari tanah yang lebih subur dan kondisi-kondisi pertanianyang lebih baik di
Barat Tengah Hulu (saat itu merupakan
Wilayah Barat Laut) . (Sebuah contoh spesifik tentang hal ini adalah ketika keluarga
Joseph Smith yang kemudian menjadi pendiri
Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir pindah dari
Sharon,
Vermont ke
Palmyra,
New York di negara bagian
New York yang jauh di barat setelah beberapa kali panen yang gagal.) Sementara hasil panen memang buruk selama beberapa tahun, pukulan yang terakhir terjadi pada 1815 dengan letusan Tambora.
Letusan Tambora ini juga menyebabkan
Hongaria mengalami salju coklat.
Italia mengalami sesuatu yang serupa, dengan salju merah yang jatuh sepanjang tahun. Hal ini diyakini disebabkan oleh debu vulkanik di atmosfer.
Eropa, yang masih memulihkan diri dari
Perang Napoleon, menderita karena kekurangan makanan. Kerusuhan-kerusuhan karena berebut makanan terjadi di
Britania Raya dan
Prancis dan gudang-gudang gandum dijarah. Kekerasan yang paling parah terjadi di
Swiss yang tidak mempunyai pelabuhan; di sana
kelaparan menyebabkan pemerintah mengumumkan keadaan darurat nasional.
Badai yang hebat, curah hujan yang tidak normal, dan banjir di
sungai-sungai utama
Eropa (termasuk Sungai
Rhein dihubungkan dengan peristiwa ini. Demikian pula dengan
frost yang terjadi pada Agustus 1816.
Tahun-tahun dingin lainnya Sebuah kejadian serupa,
perubahan iklim pada 535-536, terjadi pada
abad ke-6.
1915 dan 1992 adalah tahun-tahun paling dingin sejak dibuat catatan iklim dan cuaca.